Perusahaan China Kuasai 75% Kapasitas Pemurnian Nikel di Indonesia

Dominasi perusahaan China dalam industri nikel Indonesia semakin menguat. Laporan terbaru dari C4ADS, organisasi nirlaba berbasis di Washington, mengungkapkan bahwa sekitar 75% kapasitas pemurnian nikel di Indonesia kini berada di bawah kendali perusahaan-perusahaan asal Negeri Tirai Bambu.
Dua raksasa industri, Tsingshan Holding Group dan Jiangsu Delong Nickel Industry Co Ltd, disebut memiliki pengaruh signifikan dalam rantai pasokan nikel Indonesia. Kedua perusahaan ini memegang kepemilikan di berbagai fasilitas penyulingan nikel yang menyumbang lebih dari 70% dari total kapasitas nasional.
Fenomena ini memicu kekhawatiran dari berbagai pihak, terutama terkait ketahanan rantai pasokan global. Amerika Serikat dan Eropa, yang bergantung pada nikel untuk produksi kendaraan listrik, diprediksi akan menghadapi tantangan dalam mengamankan bahan baku strategis jika dominasi China terus berlanjut.
Tak hanya itu, besarnya keterlibatan asing menimbulkan pertanyaan mengenai kontrol Indonesia terhadap sumber daya alamnya sendiri. Meski pemerintah telah menerapkan kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor bijih nikel, perusahaan-perusahaan China tetap menjadi pemain utama dalam pengolahan dan pemurnian mineral tersebut.
Untuk mengurangi dominasi asing, pemerintah Indonesia mulai mengambil langkah strategis. Salah satunya adalah keterlibatan PT Aneka Tambang (Antam), perusahaan tambang milik negara, yang baru-baru ini mengakuisisi 30% saham di salah satu smelter yang dikelola anak perusahaan Tsingshan Holding Group. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kontrol domestik terhadap industri nikel dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
Seiring dengan terus berkembangnya industri kendaraan listrik dan meningkatnya permintaan nikel dunia, dinamika kepemilikan dan pengelolaan sektor ini akan menjadi sorotan utama dalam kebijakan ekonomi Indonesia ke depan.